Bernarasumber Najhati Sharma, Seminar Literasi Kepenulisan Berlokasi di Ponpes Tan-Gho Banjarnegara

dok.tim redaksi

Banjarnegara- Bersama Najhaty Sharma, pondok pesantren Tanbihul Ghofilin Banjarnegara mengadakan seminar literasi kepenulisan dengan tema “Revitalisasi Budaya Literasi Pesantren di Era Milenial”, Jum’at, 24 Juni 2022. Narasumber pada seminar kali ini memiliki nama panggilan Ning Hati, berasal dari pesantren al Munir Pangkat, Tegalrejo, Magelang, dan bernama asli Nazhati Mu’tabiroh. Untuk peserta seminarnya sendiri ialah khusus santriwati pondok pesantren Tanbihul Ghofilin dari kalangan MA Tan-Gho, STAI Tan-Gho dan santri salaf Tan-Gho serta dibuka untuk umum (perempuan) yang juga dihadiri beberapa masayikh masayikhah pondok pesantren.

Dalam seminar, beliau banyak menyampaikan pesan-pesan terkait betapa penting dan berpengaruhnya literasi kepenulisan dalam ranah pesantren. Berbagai kiat-kiat dan motivasi pun tak ketinggalan beliau berikan kepada para peserta seminar yang didominasi kaum santri ini.

Sudah ditemukan bahwa sedari dulu, proses pendidikan di pesantren membentuk budaya literasi, bahkan dari para ulama ratusan tahun yang lalu. Oleh karenanya, revitalisasi budaya literasi kepenulisan memang sudah seharusnya ditegakkan kembali. Seperti penuturan ning Hati, “…Kita harus menggali lagi.” “…Supaya budaya-budaya literasi ini kembali melekat pada kita (para santri).”

Keadaan dunia yang semakin berubah sesuai perkembangan zaman juga semakin menegaskan betapa pentingnya mengembalikan literasi pesantren. Mengapa tidak? Budaya yang semula tidak ada pada era serba modern, menjadi tantangan tersendiri bagi kaum pesantren. Dengan adanya pergeseran era distrupsi telah mempengaruhi perkembangan dakwah pula. Yang semula serba dakwah offline kini bisa disaksikan dan didengarkan melalui media online tanpa bertatap muka. Ini yang memungkinkan orang yang bukan berasal dari kalangan pesantren, bahkan orang dengan tanpa ilmu agama mendalam saja bisa membagikan konten dakwah tidak terpercaya. Maka dari itu, sebagai kaum pesantren, sudah saatnya santri meluruskan segala bentuk informasi mengenai ilmu agama dengan pemahaman yang benar terhadap berbagai sumber baik dari al-Qur’an, hadist, sunnah nabi, maupun dari kitab-kitab. Dan salah satu caranya ialah dengan dakwah bil qolam, menjadi penulis.

Membaca dan menulis merupakan hal yang sangat penting dan saling berkaitan. Selain menulis, hobi membaca juga perlu dilatih. “Jangan malas membaca. Karena membaca sangat bermanfaat, seperti kita sedang menabung ilmu,” tutur Ning Hati. Apa yang kita baca akan mempengaruhi karakter pribadi. Jadi, kita juga dituntut untuk bisa memilah buku bacaan apa yang menemani kita berproses. Ning Hati mengatakan bahwa membaca itu seperti makan, “…Tapi bukan semua hal bisa dimakan, sama dengan tidak semua bacaan itu baik untuk dibaca. Karena bacaan dapat mempengaruhi pola berpikir.” Begitu kiranya tambah beliau.

Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwasanya tulisan lebih kuat daripada peluru, “Satu peluru bisa menembus satu kepala, sedangkan satu tulisan bisa menembus banyak kepala.” Oleh karenanya, sudah saatnya para penulis menggunakan kemampuannya sebagai alat dakwah. Selanjutnya, penulis yang berasal dari kalangan pesantren dengan niat mulia ini sudah saatnya muncul dan membuktikan dirinya mampu memperbaiki keadaan islam yang semakin terdapatnya penyelewengan pemahaman ilmu terkait Islam. Hanya karena seseorang memakai sorban atau berjilbab, belum menentukan keilmuannya terjamin dari akar pesantren yang kental. Pelurusan terhadap informasi ilmu agama yang benar perlu dikuatkan. Jangan sampai terkalahkan dengan pemahaman ilmu yang tidak dibenarkan. Dawuh beliau Ning Nazhati, “Gagal itu biasa.” Maka, teruslah berusaha dengan menulis dan menulis. Tidak ada keberhasilan yang bersifat instan. Tips menulis bagi pemula menurut Ning Hati ialah mulailah dengan menuliskan hal-hal sederhana, seperti hal yang pernah dialami.

@farisha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar