Teman se-almamaterku itu mengaduk emosi dan perasaan siapa saja. Bagitu maju kedepan, wajahnya terus menunduk. Sambil duduk takhiyat akhir, ujung jarinya ditepuk-tepukkan secara lirih dengan ketukan cepat ke-mic. Sepersekian detik menghela napas dalam. Dia bersiap untuk memulai.
Yang kumaksud, Yogi Meiliana. Kini ada dihadapan para penyimak. Hafalan 30 juz-nya akan diulang bil ghoib. Dia hanyalah salah satu pembuka dari serangkaian simakan yang akan berjalan beberapa hari kedepan di Pon-Pes Tanbihul Ghofilin.
Mereka ada 8 orang-yang salah satunya bahkan seorang lurah. Dengan jatah 5 juz setiap waktunya. Pembagiannya nanti begini.
Setiap harinya akan ada dua orang yang disimak. Pagi satu anak-5 juz awal di aula bawah, malamnya beda anak lagi-memulai hafalannya dari 5 juz awal pula di kantor putri. Jadi, mereka hanya semacam mengantri giliran, dengan atau tanpa melanjutkan hafalan anak yang sebelumnya. Mereka hanya perlu meneruskan hafalan mereka sendiri, dari giliran mereka yang sebelumnya. Paham?
Simakan kali ini bisa dibilang menjadi yang pertama kalinya. Karena, pada tahun sebelumnya. Mereka yang sudah khatam hafalan 30 juz-nya, hanya mendapat jatah 10 juz per-anak (atau semacamnya), yang jika dipadukan. Menjadi hafalan satu Al-Qur’an penuh.
Akan menjadi hal lumrah bukan, jika mereka merasakan detik-detik mendebarkan saat menunggu jatah giliran simakan. Apalagi ibu nyai yang membimbing mereka Ny. Anisa Nuroniyyah, Ny. Umi Hani, dan Ny. Naili Azkiya-ikut ninggoni. Maka, persiapan yang dilakukan pun jauh-jauh hari. Terhitung sejak tanggal 08 november tahun 2021 mereka berdelapan mulai memfokuskan diri untuk mematangkan hafalan mereka secara konsisten. Dalam artian yang lain, mereka membatasi diri untuk aktif dalam tugas sampingan mereka-macam kepengurusan, dan abdi ndalem-untuk waktu yang cukup panjang.
Rabu pagi ini. Baiklah kalau kau ingin tahu detailnya. Tanggal 02 februari 2022. Menjadi hari pertama, persiapan panjang mereka selesai.
Siti Kholifah-salah satu khafidzoh. Memberikan komentar saat ditanyai tentang rasanya di-simak ngglondong untuk pertama kali.
“Jangan tanya padaku bagaimana rasanya. Aku belum di-simak, maka tidak tahu bagaimana rasanya. Tanyakan saja pada Mei nanti setelah selesai.” Rupanya, setelah beberapa kali kutanyai mengenai perasaannya. Dan tetap kekeh, bahwa tak tahu apa yang bakal dirasakannya. Kali ini sang khafidzoh menjawab dengan suatu ekspresi yang bisa kau sebut spechlees. Tatapannya menerawang, bibirnya berkedut berulang, sambil tangannya diawang-awangkan tanda ia kesulitan mengekspresikan.
“Bu nyai semangat sekali, mendukung penuh.” Lalu kutanyai apakah bahkan seolah-olah bu nyai yang akan ngglondong. Jawabannya, ya. (Jun)
mantap
LOVE UKHTI”
Metode yang sangat menjdikan penyemangat..
amin